Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dana pon-pes sebuah keniscayaan keadilan !



B-SUKMA-Jum’at (7/5) Muhammad Taufik Rahman (20) mendaftarkan diri sebagai peserta Kegiatan mahasiswa nyantri yang digagas oleh Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam.
    Dilansir dari Mingguan Berantas (XI/5/2015) kegiatan tersebut adalah kegiatan tahunannya mahasiwa fakultas tersebut dan telah dilaksanakan semenjak tahun 2013 dan tahun ini adalah yang ketiga, serta tempat kegiatan ini adalah Pondok Pesantren Pamangkih untuk Putra dan Darul Ilmi untuk Putri. Sementara dananya sekitar 200 juta rupiah Ujar Dekan Fakultas Sayariah dan Ekonomi Islam, Ahmadi Hasan.
    Berbeda dengan Ahmadi Hasan, Muhyar, selaku Kepala Bagian Keuangan Rektorat mengatakan dana untuk kegiatan tersebut sekitar 300 sampai 400 juta rupiah. Dana yang digelontorkan dinilai kurang adil oleh beberapa kalangan. Misalnya saja seperti komentar Syarif Hidayatullah pengamat kegiatan di IAIN Antasari saat ditemui B-SUKMA (12/5) “Masa ? kegiatan yang dinikmati oleh 40-60 mahasiswa Fakultas Syariah selama empat bulan sebanding dengan dana Lembaga Penjamin Mutu dalam waktu satu tahun. Padahal Lembaga Penjamin Mutu bekerjanya untuk seluruh akademika di IAIN. bukan kah ini tak adil, kita juga menyayangkan komentar pak Ahmadi Hasan yang seolah tidak tahu dana ini. Padahal keuangan fakultas diketahui sepenuhnya oleh dekan”.
    Sejalan dengan Syarif, seorang akademika IAIN Antasari yang tak mau disebutkan namanya juga mengatakan bahwa mestinya kegiatan tersebut dievaluasi. Sebab, kalau tidak ini akan menimbulkan polemik berkepanjangan. Dia menambahkan, “kita tidak tahu tolak ukur apa yang dipakai oleh rektorat sehingga kegiatan ini diterima begitu saja. Padahal kalau kita bandingkan dengan kegiatan KKN (400-an mahasiswa terdaftar dengan biaya 250.000) yang anggarannya sekitar 110.000.000,- dan itu dinikmati oleh seluruh mahasiswa (KKN) kita. Maka jelas, bahwa dana 425.700.000,- menyedot hak mahasiswa di tiga Fakultas Lain”.
    Analisa Rizali Norhadi, Pimpinan Redaksi LPM SUKMA. Mengutarakan temuannya, hal yang lucu dari rekap anggaran yang ditawarkan guna lancarnya kegiatan Mondok tersebut adalah pada uang makan mahasiswa yang  bernilai RP 15.000,- sekali makan dan makannya tiga kali sehari. Artinya dana untuk makan saja sudah sebanyak Rp 324.000.000,- selama empat bulan. Ini setara dengan anggaran pembelian kuota internet se-IAIN dalam kurun waktu 5 bulan enam hari.  “Padahal kalau memang Rektor menghendaki mahasiswa bisa baca kitab kuning dan mungkin lihai Bahasa Arab. Maka  tidak relevan kalau hanya untuk satu Fakultas saja. Ini  menandakan adanya hal tak beres di birokrasi kita dalam melihat hal yang urgen itu sendiri”
     “Kita sangat menyayangkan kebijakan rektorat yang menggelontorkan dana lebih dari 400 jutaan hanya untuk segelintir mahasiswa belajar kitab kuning di pondok pesantren”  kata Bahrudin (21) Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan KPI pada B-SUKMA (17/5) disela kesibukannya. “kalau memang tujuannya hendak mengoptimalkan kemampuan mahasiswa dalam baca kita kuning dan lain sebagainya. Kenapa tidak uang tersebut dibagi rata saja Rp 100.000.000,- per Fakultasnya. Sehingga semua mahasiswa bisa. Itupun kalau memang itu tujuannya” tambahnya lagi.

Posting Komentar untuk "Dana pon-pes sebuah keniscayaan keadilan !"